Saturday, December 17, 2011

Seks Berresiko Tinggi Usia 20-29 Tahun

Hingga akhir Maret jumlah kasus HIV/AIDS di Mimika mencapai 2.303 kasus, terdiri atas HIV sebanyak 1.753 kasus dan AIDS sebanyak 550 kasus.

Dalam laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Mimika di Timika, Jumat (14/5/2010) selama periode Januari-Maret 2010 disebutkan terjadi penambahan 123 kasus baru yaitu HIV sebanyak 90 kasus dan AIDS 33 kasus.

Temuan kasus baru tersebut berdasarkan laporan sejumlah unit layanan voluntary conseling test (VCT) yaitu terbanyak dari RSMM Timika dan RS Tembagapura, selanjutnya Klinik Reproduksi Malcon PT Freeport, Puskesmas Timika Jaya dan Kwamki Lama serta RSUD Mimika.

Sekretaris KPA Mimika, Reynold Ubra mengatakan pola penularan kasus HIV di Mimika seluruhnya melalui media hubungan seksual dengan kelompok berisiko.

"Laki-laki yang terinfeksi kebanyakan merupakan pelanggan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan kelompok usia produktif 20-29 tahun paling rentan tertular HIV," jelas Reynold.

Menurut Reynold, temuan infeksi baru HIV hampir 80 persen dibanding temuan kasus AIDS. Hal itu menandakan perilaku risiko tertular masih tetap tinggi.

"Rata-rata temuan kasus HIV/AIDS per triwulan di Mimika mencapai 90 hingga 130 kasus baru," jelasnya.

Guna menekan laju kasus HIV/AIDS di Mimika, KPA setempat akan memasang 72 dispenser kondom pada 15 lokasi baik pada unit pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun klinik swasta di kota Timika.

Dengan semakin banyaknya tersedia dispenser kondom, maka warga setempat lebih mudah mengakses kondom yang dianggap sebagai salah satu alat pencegahan penularan virus HIV saat berhubungan intim.

Selain itu, sejak tahun ajaran mendatang kurikulum HIV/AIDS akan menjadi kurikulum yang wajib diajarkan di sekolah-sekolah setempat mulai tingkat SD hingga SMA.

Saat ini tim dari Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah Mimika bersama KPA Mimika sedang menyusun kurikulum HIV/AIDS tersebut.

Sementara itu pada Jumat siang berlangsung workshop penanggulangan HIV/AIDS di Mimika yang diikuti para pekerja pers dan kelompok kunci seperti PSK dan relawan AIDS di Mimika.

Kabid Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Mimika, Saiful Taqin mengatakan kegiatan tersebut dilakukan untuk menyatukan pemahaman pekerja pers dengan populasi kunci dalam menekan laju kasus HIV/AIDS di Mimika.

Menurut Taqin, pemberitaan media massa yang tidak akurat, diskriminatif justru memberikan stigma buruk bagi para PSK, terutama mereka yang terinfeksi.

"Media massa memegang peranan penting dalam mengubah pandangan masyarakat terhadap kasus ini maupun terhadap ODHA melalui pemberitaan yang tidak menakutkan," harapnya.

Pria Indonesia Rata-rata Ganti Pasangan Sebanyak 5 Kali!!!

Sexual Wellbeing Global Survey yang diadakan Durex mengungkapkan fakta bahwa rata-rata pria di Indonesia berganti pasangan seks sebanyak lima kali, sedangkan wanita hanya dua kali.
Survei itu juga menyebutkan, sebanyak 13 persen pria Indonesia tidak setia terhadap pasangannya. Angka ini lebih tinggi dari jumlah pria tidak setia di Amerika Serikat (10 persen) dan Inggris (8 persen).

Selain itu, penelitian ini juga menyebutkan bahwa 1 dari 5 orang Indonesia yang sedang menjalin hubungan mengaku tidak mengetahui apakah pasangan mereka pernah menderita infeksi menular seksual (IMS). Fakta-fakta ini yang menyebabkan risiko penularan penyakit menjadi semakin tinggi.

"Kebanyakan pasangan merasa tabu untuk menanyakan kepada pasanganya, apakah si pasangan punya penyakit menular. Terutama untuk pasangan yang akan menikah, menanyakan penyakit menular dianggap tidak sopan," ujar konsultan masalah seksual, dr Boyke Dian Nugraha SpOG, dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (30/11/2011).

Dengan tingginya angka ketidaksetiaan dan ketidakjujuran pasangan seksual akan penyakit yang diderita, penularan pun tidak terhindarkan. Boyke tak heran jika Indonesia memiliki tingkat penyebaran HIV/AIDS tercepat di Asia tenggara. Selain itu, Boyke juga mengaku tidak heran jika ada data dari BKKBN yang menyebutkan bahwa angka aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta kasus per tahun.

Ditambah lagi, survei ini juga mengungkapkan bahwa 7 dari 10 orang tidak menggunakan pelindung saat pertama kali melakukan hubungan seksual.

Sexual Wellbeing Global Survey adalah survei yang dilakukan Durex di 39 negara selama 15 tahun terakhir. Indonesia baru tahun ini dikutsertakan dalam survei karena mempertimbangkan jumlah pengguna Durex yang cukup besar di Indonesia.

Durex menyurvei sebanyak 29.003 pria dan wanita berusia 18 tahun, baik yang sudah menikah ataupun belum. Di Indonesia, jumlah responden yang dilibatkan mencapai 1.015 orang.

"Melihat tingginya tingkat penyebaran HIV/AIDS di Indonesia, Durex berkomitmen untuk membangun kesadaran masyarakat Indonesia yang lebih baik melalui sexual wellbeing. Komitmen ini kami wujudkan dengan memasukkan Indonesia dalam Sexual Wellbeing Global Survey tahun ini," ujar General Manager Reckitt Benckiser Indonesia Ratanjit Das.

Mitos Seputar Seks




Banyak mitos seputar seks yang beredar di masyarakat. Ada yang benar, ada yang tidak. Tak ada salahnya untuk mengetahui mana yang secara ilmiah benar, dan mana yang tak bisa diterangkan, untuk menambah pengetahuan kita. Apakah pengetahuan Anda mengenai mitos-mitos tersebut sudah cukup baik?

1.    Tidak dapat hamil jika berhubungan badan di dalam air.
Jika seorang wanita sehat dan seorang pria sehat berhubungan badan tanpa alat kontrasepsi, maka si wanita bisa hamil. Begitu pula jika hubungan badan tersebut dilakukan di dalam air. Jika ada sperma yang hidup dan sehat bertemu dengan sel telur bertemu di dalam rahim wanita, maka si wanita tetap berpotensi hamil. Mitos ini bisa dinilai salah.

2.    Pria tak bisa berpura-pura orgasme
“Mereka bisa, dan mereka melakukannya. Dalam sebuah studi yang dilakukan di University of Kansas, sebanyak 35 persen pria mengakui mereka berpura-pura orgasme. Bahkan ada yang melakukannya saat oral seks. Tentu saja para pria tak bisa memalsukan ejakulasi, namun mereka bisa berpura-pura ketika melenguh dan melakukan gerakan tertentu. Mengapa? Seperti wanita, mereka pun bisa lelah, stres, juga karena sulit mencapai klimaks, namun tetap ingin membuat pasangannya merasa senang.

3.    Seks oral 100 persen aman
“Transmisi virus HIV melalui seks oral memang jarang, tapi Anda akan tetap bisa tertular penyakit seksual, seperti gonorea (penyakit kencing nanah) dan herpes. Dalam sebuah laporan studi terbaru menemukan bahwa wanita yang pernah melakukan seks oral dengan 6 orang pria atau lebih memiliki risiko tinggi terkena kanker oral. Kemungkinan ini diakibatkan oleh infeksi dari virus human papillomavirus, yakni virus penyebab kanker rahim. Jika memang akan melakukannya, cobalah untuk menggunakan kondom yang memiliki rasa.

4.    Pria memikirkan tentang seks tiap 7 detik
Asumsikan bahwa pria memiliki waktu 16 jam dalam keadaan terjaga dalam sehari. Jika ia memikirkan seks setiap 7 detik, maka ini berarti ia memikirkan tentang seks sebanyak 57.000 kali sehari. Jumlah ini kurang lebih sebanyak jumlah seorang manusia bernapas kala ia terjaga (tidak sedang tidur). Faktanya, jika seseorang memikirkan tentang seks sesering itu dalam sehari, ia tak akan mampu melakukan hal apa pun (dan tentunya akan membuat orang tersebut gila).

5.    Wanita tak bisa berhubungan badan saat sedang hamil besar
“Kecuali dokter kandungan melarangnya, wanita yang hamil pun masih bisa melakukan seks. Faktanya, riset membuktikan bahwa wanita hamil yang melakukan hubungan badan bisa mencegah kelahiran dini. Bahkan ada sebagian wanita yang merasakan orgasme pertama mereka ketika sedang hamil, mungkin karena adanya perubahan tingkat hormone. Posisi adalah kuncinya. Kebanyakan wanita hamil menyatakan bahwa posisi sendok dan woman-on-top adalah yang terbaik.

6.    Wanita hanya masturbasi ketika mereka masih single
Tak benar! Dalam riset terkini dilaporkan, bahwa lebih dari 40 persen wanita bersuami pun sering melakukan masturbasi. Bonusnya, wanita yang masturbasi saat sudah memiliki suami dilaporkan lebih puas dalam berhubungan badan. Mungkin karena mereka jadi lebih paham titik-titik sensitif mereka sendiri, sehingga bisa mengarahkan suaminya.

Apakah ada mitos lain seputar seks yang pernah Anda dengar dan belum menemukan penjelasannya?

8 Mitos Seputar Pendidikan Seks

Setiap anak muda memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan seks secara akurat dan seimbang, termasuk informasi tentang alat kontrasepsi, misalnya kondom.

Lengkapi dengan penjelasan mengenai pelayanan kesehatan yang profesional, seks yang aman, dan sebagainya. Jangan sampai hak itu terabaikan, gara-gara kita lebih percaya mitos.

Inilah beberapa mitos tentang pendidikan seks yang masih merongrong sebagian besar masyarakat. Mitos ini sebaiknya perlu diluruskan sehingga generasi muda mendapatkan informasi yang tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi dan seksual.

1. Mitos: Pendidikan seks hanya perlu diberikan kepada orang yang mau menikah. Fakta: Menurut sebuah penelitian, sikap seperti itu tidak bakal menunda aktivitas seksual di kalangan remaja. Justru pemahaman yang sangat sedikit dan keliru tentang seksualitas memudahkan banyak remaja terjerumus ke dalam perilaku seks tidak sehat.

2. Mitos: Pendidikan seks mendorong para pelajar menjadi aktif secara seksual. Fakta: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengevaluasi 47 program di Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Dalam 15 studi, pendidikan seks dan HIV/AIDS menambah aktivitas seksual dan tingkat kehamilan serta infeksi menular seksual. Namun, 17 studi lain menunjukkan, pendidikan seks dan HIV/AIDS menunda aktivitas seksual, mengurangi jumlah pasangan seksual, juga mengurangi tingkat kejadian infeksi menular seksual dan kehamilan yang tak direncanakan.

3. Mitos: Mengajarkan alat kontrasepsi akan mendorong para pelajar aktif secara seksual dan meningkatkan angka kehamilan pada remaja. Fakta: Para ahli yang telah mempelajari isu ini menyimpulkan, pendidikan tentang seks dan HIV/AIDS yang komprehensif, termasuk program ketersediaan kondom, tidak menambah aktivitas seksual, tetapi justru efektif dalam mengurangi perilaku seksual berisiko tinggi di antara para remaja.

4. Mitos: Kerap terjadi kegagalan alat kontrasepsi sehingga kita lebih baik mengajari para remaja untuk bersikap menghindarinya. Fakta: Kontrasepsi modern sangatlah efektif, asalkan memilih jenis yang benar-benar cocok dan digunakan secara benar. Rata-rata kehamilan pada perempuan yang menggunakan suatu jenis pil sekitar 0,03 persen, sementara yang memakai kondom untuk perempuan sekitar 21 persen, dan yang tanpa KB sekitar 85 persen. Bandingkanlah.

5. Mitos: Alat kontrasepsi tidak menangkal HIV dan infeksi menular seksual lainnya. Fakta: Memang hanya kondom yang memberikan perlindungan yang signifikan terhadap penularan infeksi seksual, termasuk HIV. Itu sebabnya para remaja sebaiknya mendapat pendidikan yang benar mengenai kondom.

6. Mitos: Kondom memiliki angka rata-rata kegagalan yang tinggi. Fakta: The National Institutes of Health (TNIH) menjelaskan, kondom sangat efektif untuk menangkal penularan HIV dan mencegah kehamilan. TNIH juga melaporkan, studi laboratorium memperlihatkan bahwa kondom mampu mencegah penyakit akibat infeksi menular seksual yang lain, seperti gonore, klamidia, dan trichomoniasis.

7. Mitos: Kondom tidak dapat melindungi kita dari HPV (Human papillomavirus). Fakta: Kondom memang tidak dapat menangkal infeksi virus pada bagian tubuh yang tidak tertutup kondom. Namun, TNIH melaporkan, penggunaan kondom dapat mengurangi risiko penyakit yang terkait dengan HPV, misalnya kanker serviks. Penyakit jenis ini dapat dicegah dengan penggunaan kondom secara konsisten dan efektif, serta deteksi dini HPV melalui pemeriksaan pap smear.

8 Mitos: Kondom tidak efektif untuk mencegah penularan HIV. Fakta: TNIH mengonfirmasikan bahwa kondom merupakan alat kesehatan masyarakat yang efektif untuk melawan infeksi HIV. Studi lain di Eropa terhadap yang disebut pasangan HIV-serodiscordant (pasangan di mana salah satunya sudah terinfeksi HIV dan yang satu sehat) menunjukkan tidak terjadi penularan pada pasangan yang sehat, di antara 124 pasangan yang menggunakan kondom setiap kali mereka berhubungan seks. Pada pasangan yang tidak secara konsisten menggunakan kondom, sekitar 12 persen terjadi penularan pada pasangan yang sebelumnya tidak terinfeksi.

Rata - Rata Remaja Bercinta Pertama Kali Pada Usia 19 Tahun




Usia rata-rata remaja Indonesia pertama kali berhubungan seksual adalah 19 tahun. Demikian menurut hasil survei perilaku seksual remaja di Indonesia dengan metode wawancara langsung terhadap 663 responden di 5 kota besar di Indonesia yang berusia 15-25 tahun.

Sebanyak 462 responden menjawab sudah pernah melakukan hubungan seks. Temuan lain yang menarik adalah 31 persen kaum muda yang berhubungan seksual adalah mahasiswa dan 6 persen merupakan siswa SMP. Tempat mereka berhubungan seks pertama kali adalah di rumah (72 persen), tempat kos (74 persen), dan hotel (68 persen).

Sementara itu, pada kelompok responden yang pernah berhubungan seks, 11 persen remaja putri mengaku pernah hamil. Kemudian 17 persen responden mengakui pernah melakukan aborsi. Jamu (43 persen) dianggap menjadi cara utama untuk melakukan aborsi, disusul dengan klinik serta dukun bayi.

Dalam survei tentang perilaky seksual ini juga tercatat 80 persen responden menjawab memakai kondom untuk mencegah kehamilan dan 29 persen memilih melakukan senggama terputus.

Tod Callahan, country director DKT Indonesia, yang mendanai survei ini mengatakan hasil survei tidak bisa dianggap mewakili remaja Indonesia.

"Tetapi ini bisa dipakai sebagai barometer untuk menambah informasi mengenai tingkah laku orang muda dan pengetahuan akan seks yang aman," paparnya dalam presentasi Indonesia Sex Survei 2011 di Jakarta (5/12).

Zoya Amirin, psikolog seksual menanggapi hasil survei ini mengatakan temuan survei ini bisa menjadi acuan bahwa seks edukasi perlu diberikan pada remaja dan materi apa yang mereka butuhkan.
"Seks edukasi diperlukan supaya usia biologis remaja sesuai dengan perkembangan psikoseksualnya," paparnya dalam kesempatan yang sama.

Survei dilakukan melalui wawancara mendalam dengan para responden. Pertanyaan yang diajukan meliputi aktivitas mereka, pada siapa responden bercerita tentang masalah seks, hingga pengetahuan mereka tentang kontrasepsi dan kesehatan seksual. Wawancara dilakukan di tempat-tempat anak muda berkumpul, seperti mal, bioskop, sekolah, kampus, dan masih banyak lagi. Survei dilakukan di Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.

Yang Harus Dihindari Agar Sperma Optimal

Kuantitas dan kualitas sperma yang baik merupakan sarat utama bagi pria agar dapat membuahi sel telur. Karena itu jika Anda sedang bercita-cita menjadi ayah, persiapkan kualitas sperma dengan baik, salah satunya dengan menghindari 4 hal berikut ini.

1. Sinyal Wifi di laptop

Sinyal Wifi di laptop diduga akan merusak kemampuan berenang sperma. Padahal, untuk mencapai sel telur sel sperma harus lincah berenang. Dalam sebuah penelitian terbukti pria yang menghabiskan 60 menit sambil memangku laptop dengan sinyal Wifi menyala memiliki peningkatan suhu dalam pabrik sperma alias skrotum mereka.

Menurut riset kesuburan yang dilakukan peneliti di Eropa, peningkatakan suhu dalam skrotum akan mengurangi jumlah sperma sampai 40 persen. Untuk itu hindari kebiasaan memangku laptop yang menyala.

2. Ponsel

Sama seperti Wifi, radiasi frekuensi elektromagnetik dari telepon seluluer juga berpotensi merusak sperma. Dalam riset yang dilakukan peneliti dari Turki terbukti bahwa paparan radiasi dari ponsel membuat sperma menjadi abnormal sehingga mereka tidak mampu mencapai sel telur. Kalau sudah begini maka kehamilan mustahil terjadi.

3. Makanan kaleng

Dalam studi yang dimuat dalam jurnal Fertility and Sterility terungkap pria yang memiliki kadar bisphenol-A (BPA) tinggi dalam urin mereka, biasanya kualitas spermanya lebih rendah. BPA sendiri di dalam tubuh akan menyerupai hormon estrogen sehingga mengganggu fungsi hormon laki-laki. BPA sendiri banyak dipakai dalam produksi makanan kaleng, plastik, serta furnitur.

4. Pembentuk otot

Menurut badan National Institute on Drug Abuse Amerika, steroid yang lazim dipakai untuk membentuk otot, memiliki efek samping menciutkan testis sehingga produksi hormon pria terhambat. Steroid, baik dalam bentuk gel, pil, atau suntikan, sebaiknya dihindari karena mengganggu fungsi  reproduksi.